October 10, 2008

Kembali ke fitrah


Ketika masih kuliah, saya dan sahabat-sahabat saya pernah membayangkan akan jadi apa kami di masa depan. Lucunya setelah bicara ngalor ngidul, rupa-rupanya cita-cita kami amat sangat jauh meleset dari kebanyakan ekspetasi. Ekspetasi kami saat dulu pertama kali menjejakkan kaki di kampus, ekspetasi orangtua kami yang bangga karena anaknya lulusan kampus bergengsi, ekspetasi dosen kami yang ingin anak didiknya sukses luar biasa, ataupun ekspetasi yang mengharapkan kami mampu merubah nasib bangsa ini (ceilee...gayaaa). Kami membayangkan masa depan kami sebagai ibu rumah tangga. Istilah kerennya sekarang Full Time Mom (FTM).

”Apa sih menariknya jadi FTM?” mungkin tanya sebagian orang. Setelah 2 bulan lebih bergelut menjadi FTM rasanya saya sudah menemukan jawabannya. Yang menarik menjadi FTM? Yang lain menjadi tidak menarik! Memperhatikan polah anak lebih asik daripada membaca perilaku konsumen. Berinteraksi dengan anak lebih seru daripada berselancar di dunia maya. Mengutik ide kreatif untuk bermain dengan anak lebih menantang daripada brainstorming sebuah brand yang seksi. Becanda dengan anak lebih menyenangkan daripada ngobrol ngalur ngidul di sela-sela jam kosong kantor. Menyiapkan makanan lebih membahagiakan daripada menyiapkan presentasi dengan ide yang wow ke klien. Dulu saya kira dunia periklanan is the most fun and the coolest job on earth. Ternyata saya salah. Saya jatuh cinta dengan pekerjaan saya yang baru.

Kalo Anda sudah punya anak, Anda pasti tahu bagaimana rasanya saat anak Anda bangun dari tidurnya dan tersenyum kepada Anda. Kini dalam sehari saya merasakannya berkali-kali. Rasanya lebih bahagia dibandingkan saat dapat bonus akhir tahun. Menurut Oprah menjadi seorang ibu rumah tangga ”is the hardest job ever”, kalo menurut saya ”it’s the most amazing job ever”.

Pekerjaan ini memang tidak digaji tiap bulannya. Gak dapat asuransi. Apalagi golden shake dalam itungan digit yang menggiurkan.Mau tau kenapa? Mungkin karena pekerjaan ini tak ternilai harganya. Yang mampu ’membalas’ ya yang sudah ’menitipkan’ si anak.

Semoga pelan tapi pasti status baru FTM saya dari Full Time Mom bisa berubah menjadi Full Time Momtrepreneur. (Momtrepreneur adalah isitilah dari Betty Yanti Sundari, penulis buku Muslimah Goes to CEO). Namun sampai saat ini saya hanya menjalankan fitrah saya, sebagai istri dan ibu.
*Picture by Ayah



August 1, 2008

Balada menyusui

Saat masih hamil saya memang bertekad bulat (bukan setengah bulat atau sedikit lonjong) untuk memberikan ASI. Yang mendorong saya menyusui beragam sekali. Mulai dari pemikiran “organ tubuh yang bernama payudara ini memang diciptakan untuk menyusui” (aliran naturalis hihi), nutrisi yang sempurna untuk si bayi (sudut pandang medis), membantu mengecilkan rahim (gak kalah pentingnya!), ibadah dan menabung pahala (sisi agama), sampai menciptakan bonding dengan anak (insting keibuan).

Saat waktu menyusui itu akhirnya tiba, perasaan pun bercampur aduk gak karuan. Yang pasti merasa kagum. Iya kagum! Tubuh yang biasanya bermetabolisme seperti biasa saja kali ini bisa mengeluarkan susu, hal yang paling dibutuhkan bayi saya setelah lahir. Terlebih lagi kagum karena tak pernah terbayangkan jika dua buah organ tubuh bernama payudara ini tiba-tiba menjadi begitu berperan penting dalam hidup saya. Perasaan senang karena sudah berhasil menyusui dari hari pertama bisa berubah menjadi menakutkan takkala si bayi yang lapar menyedot kuat puting yang lecet, pengen tereak dan marah saat payudara yang bengkak tersentuh, menangis layaknya anak kecil saat mastitis menyerang, hingga lelahnya menyusui maraton yang menghabiskan waktu berjam-jam. Wuih! Untungnya tekad itu masih bulat dan belum berubah menjadi persegi atau jajaran genjang.

Dan rasanya semakin tidak menyesal setelah tahu ternyata ASI punya manfaat lain yang ternyata luar biasa buanyak;
101 reason to breastfeed your child. Beberapa diantaranya bahkan sangat menarik dan menggelitik.

Mengurangi sampah kemasan – sangat ramah lingkungan!
ASI itu cuma-cuma! – siapa sih ibu-ibu yang gak suka gratisan ;)
Menyusui bisa menjadi self esteem booster untuk si ibu –
tak ada yang paling membahagiakan saat menyadari nutrisi sempurna yang diminum si buah hati berasal dari tubuh kita.
Menyusui membantu ibu menurunkan berat badan setelah melahirkan –
it works!
Bayi ASI kulitnya bagus – smooth and silky. Love it!
Karena ASI mengandung hormon oksitosin, menyusui bekerja seperti ‘obat penenang’ untuk si ibu dan bayi –
gak heran bukan cuma bayinya yang tertidur! Hehe
ASI menjadi penyembuh alami bagi bayi –
goresan akibat kuku mulus kembali hanya dengan beberapa kali disusui. Hebat bukan?
Much nicer diaper change – HaHaHa…betul banget!

July 31, 2008

Maha karya bernama ASI

Alkisah suatu ketika Dewa Zeus meletakkan bayi Hercules yang telah ditinggal mati oleh ibunya ke payudara istrinya, Dewi Juno, yang sedang terlelap. Dengan meminum air susu Dewi Juno, Zeus berharap Hercules akan mewarisi kemampuan hidup abadi sang istri. Namun saat bayi Hercules mulai mengisap air susu dewi Juno, tiba-tiba ia terbangun dan mendorong bayi Hercules. Ini membuat air susu Dewi Juno muncrat hingga ke surga dan mengkristalisasi menjadi sebuah gugusan bintang. Sedangkan air susunya yang jatuh ke bumi berubah menjadi bunga lilies (bunga bakung).

Mitos yang berdasarkan mitologi Greco-Roman ini kerap dilukiskan dalam beragam lukisan klasik seperti karya masterpiece Tintoretto pada abad ke-16; the origin of the milky way.

Keajaiban air susu ibu (ASI) rupanya sudah diketahui dan dikagumi sejak ribuan tahun lalu. Sampai-sampai mereka mewujudkannya dalam karya lukis maha indah, atau bahkan sepakat untuk menamakan gugusan bintang nan cantik itu the milky way (dalam bahasa Indonesia: Bimasakti). Namun sedihnya, keajaiban ASI rupa-rupanya masih kurang dipahami oleh banyak orang di abad 21 yang katanya sudah modern ini.

Karena itulah tiap tahunnya World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) mengadakan World Breast Feeding Week dengan mengusung tema yang berbeda tiap tahunnya untuk mensosialisasikan betapa ajaibnya ASI dan betapa pentingnya setiap ibu untuk memberikan ASI. Tahun ini dalam rangka Pekan ASI sedunia yang jatuh pada awal 1 - 7 Agustus, tema yang dipilih adalah “Mother Support: Going for the Gold”.

Ya! Kami para ibu perlu dukungan untuk meraih yang terbaik. Bukan cuma dukungan dari ahli laktasi, namun yang paling penting dukungan dari keluarga. Menyusui ternyata bukan hal yang mudah sejak awal; puting lecet karena latch-on yang salah, rasa sakit luar biasa akibat mastitis, grow spurt yang bikin kami lelah luar biasa, stres yang malah membuat air susu semakin sedikit, atau rasa bersalah karena gak berhasil memberikan ASIX (ASI ekslusif). Namun diatas semua itu yang paling menyakitkan adalah takkala keluarga tak mendukung.

Seperti perasaan sedih yang saya tangkap dari teman saya yang baru saja melahirkan beberapa waktu lalu. Tak adanya dukungan dari keluarga besar serta ketidaktahuan akan informasi seputar ASI yang benar membuatnya menyerah dan menyodorkan susu formula ke bayi nya yang masih belum berusia sebulan. Sedih sekali melihatnya. Bayi mungil itu hanya perlu kehangatan payudara ibunya dan ASI...

Berjuang memberikan ASI tak lebih mudah daripada berjuang saat melahirkan. Herannya perjuangan yang sangat penting itu tidak sesering dibahas dan digembar-gemborkan seperti perjuangan melahirkan (Siapa sih yang gak tahu sakitnya melahirkan? hehe). Padahal memiliki buah hati yang tumbuh dan berkembang dengan optimal adalah harapan tiap orangtua.

Yuk mulai rajin membahas soal ASI ke siapa pun. Agar para ibu yang anaknya telah menjadi ibu percaya pada kemampuan anaknya sehingga si anak lebih percaya diri dalam memberikan ASI. Atau para suami lebih rajin memijat istrinya yang menyusui sehingga membuat ASInya semakin melimpah ruah. Dan supaya para ibu lebih mengikuti nuraninya daripada percaya iklan susu formula yang merajalela.

Untuk para ibu yang sudah dan masih menyusui, yuk mari kita saling berbagi! Berbagi cerita, berbagi pengalaman, berbagi ilmu, dan berbagi kekuatan.

July 23, 2008

Mengalah untuk menang

Begitu tahu saya memutuskan berhenti bekerja, banyak sekali wajah-wajah penuh tanya menghampiri saya. “serius Li? Bukan cuma alasan mau pindah aja?” tanya sebagian besar teman kerja. Yang lain dengan mimik penuh empati, “Gak tega ninggalin anak ya?” Semua hanya saya tanggapi dengan senyum dan anggukan. Toh saya tidak ada kewajiban untuk membeberkan alasan mengundurkan diri dari kancah dunia karir. Lagian ini masalah polemik yang sangat sensitif untuk sebagian besar kaum ibu. Sebab, demi anak sebagian ibu memutuskan tetap bekerja dan merelakan waktunya lebih lama di luar rumah. Dan demi anak pula sebagian ibu melepaskan karirnya yang sedang bersinar untuk mengasuh anaknya. Yup, mereka punya alasan kuat yang sama; demi anak. Hanya saja mereka menempuh cara yang berbeda.

Setiap orangtua pasti menginginkan masa depan yang baik untuk anaknya. Berlomba-lomba menyiapkan bekal untuk mereka kelak. Itu juga salah satu alasan saya berhenti menjadi karyawan; ingin menyiapkan bekal untuk buah hati tercinta, dan insya Allah tak cuma bekal di dunia tapi juga akhirat.

Sebagai orangtua tentu saya sudah punya harapan bagaimana kehidupan saya dan suami bersama anak-anak kelak. Teringat nasihat ayah saya dulu, saya mencoba “memulai dari akhir”. Ayah saya selalu mengingatkan, “ketika nanti orang-orang datang ke pemakaman kamu, seperti apa kamu ingin diingat dan dikenang mereka?”. Saya pun sempat menerawang jauh, mencoba membayangkan kehidupan saya dan keluarga di masa yang akan datang yang kami impikan. “hmm..memiliki keluarga yang sakinah mawaddah warohmah dengan anak yang sholeh dan sholehah bukan perkara mudah ya” pikir saya. Kemudian mulai memutar otak, apa yang bisa dan semestinya saya lakukan sebagai ibu untuk mewujudkannya. Jawaban yang saya peroleh? Salah satunya adalah melakukan pola asuh anak yang tepat sejak dini.

Mendidik anak menjadi pintar atau juara kelas menurut saya tidak sulit. Sekarang sudah banyak metode baru dan cara yang ditawarkan yang mampu mendongkrak kecerdasan otak anak. Yang sulit adalah mendidik anak supaya memiliki akhlak yang baik serta emosional yang cerdas. Saya tak akan bangga melihat anak saya juara kelas tapi tidak tahu cara menghormati orang yang lebih tua. Saya akan menyalahkan diri saya sebagai orangtua jika anak saya sombong dan senang berbohong, berani melawan orangtua, bengis terhadap hewan, kasar kepada pembantu, atau sering lupa mengucapkan terima kasih.

Kalau menurut teori ilmu psikologi, perkembangan anak bukan cuma perkembangan fisik dan otak, namun juga perkembangan psikososial yang dipengaruhi faktor sosial dan kultur. Oleh karena itu usia 0 – 3 tahun adalah usia yang krusial. Sebagian menyebutnya golden years. Karena di usia inilah anak sedang mengalami perkembangan yang luar biasa dan terbentuknya katakter sang anak. Melihat yang terjadi di sekitar saya, sungguh prihatin sekali melihat perkembangan psikososial dan pendidikan akhlak anak-anak sekarang. Ini juga alasan saya sebagai ibu ingin mengasuh sendiri anak-anak saya saat ini, bukan diasuh oleh babysitter, pembantu, ataupun kerabat lainnya. Saya tak ingin menyesal di kemudian hari jika anak saya lebih suka makanan fast food daripada masakan saya yang dihidangkan di rumah atau lebih nurut sama pembantu daripada mamanya hehehe...

Menjadi seorang ibu adalah anugerah yang luar biasa. Bukan cuma mengalami kebahagian yang tertandingi tapi juga diliputi banyak keajaiban. Lihat saja bagaimana mereka tak hanya mampu berhasil melewati masa kehamilan, melahirkan dengan susah payah, merawat keluarga setiap saat, namun juga sukses dengan karir atau bisnisnya.

Semoga saja saya satu diantaranya.

July 17, 2008

Anak laki-laki punya gaya

“Kalo punya anak perempuan enak ya bisa di dandanin”. Begitu komentar banyak ibu-ibu kepada saya. Baik ibu-ibu berumur maupun ibu-ibu muda. Mereka semua setuju pernik-pernik bayi perempuan jauh lebih lucu daripada bayi laki-laki. Anak perempuan bisa pakai motif polkadot yang gaya, motif bunga yang manis, motif beruang yang lucu, pakai pita atau bando yang imut, atau jepit rambut yang ngegemesin, dan cocok-cocok aja pakai macam-macam warna. Sedangkan untuk bayi atau anak laki-laki? Pakai motif garis-garis, gambar mobil dan hewan, tema olahraga atau superhero, sepatu keds, dan cuma ‘boleh’ beberapa warna aja (bahkan ada yang hanya mau warna biru).

Ok. Mungkin ada benernya juga pendapat mereka. Setelah mulai rajin wara-wiri dari satu toko anak ke toko anak lainnya di beberapa tempat, saya cukup setuju dengan mereka. Pilihan untuk bayi atau anak laki-laki memang tak sebanyak pilihan untuk anak perempuan. Tapi saya gak mau lekas putus asa, suatu saat mungkin aja Allah akan menitipkan anak laki-laki pada saya (amin). Saya pun beralih mengubek-ubek dunia maya.

Hasilnya? Can’t wait to have a baby boy hihihi….










yellow gucio shoes from http://www.mygucio.com/
black and green tote from http://www.babygeared.com/
white shoes from http://www.veja.fr/
elephant bootie from http://www.twobluepeas.com/
monster bootie longies from http://www.crankypants.com/
bird aplique playsuit from http://www.petitluxe.com/
bib and burp set from http://www.babygeared.com/
yellow romper from http://www.sirhayes.com/
green leather loafer from http://www.twobluepeas.com/
sailor short from http://www.petitluxe.com/
penguin backpack from http://www.dantebeatrix.com/
monter onesie from http://www.etsy.com/
transportation pillowcase from http://www.babygeared.com/
saddle oxford shoes from http://www.twobluepeas.com/
yellow hoodie jacket from http://www.nonchallantmom.com/
elephant sleep sacks from http://www.alexcaseybaby.com/
orange bowling shirt from http://www.georgie.com/
wooden trike from http://www.plantoys.com/
monkey cap from www.alexcaseybaby.com

June 30, 2008

Bukan cuma buah yang bisa dikarbit

Dulu saat punya pacar, seringkali saya mendapat pertanyaan “kapan nih menikah?” Setelah akhirnya saya menjadi istri, saya kembali disodori banyak pertanyaan “udah isi belom?” (Padahal saat itu pernikahan saya baru berusia 1 bulan saja! Doh!) Lalu sekarang setelah saya menjadi seorang ibu, muncul lagi pertanyaan wajib yang dilontarkan ke saya. “Anaknya udah bisa apa?”

“Udah bisa apa ya…” pikir saya dalam hati, wong anak saya masih 2 bulan. Paling-paling bisanya bobo lebih rutin, mimi susu lebih banyak, nangis, dan senyum-senyum sosial. Sekarang setelah mau berusia 4 bulan, pertanyaan wajib itu semakin sering. Awalnya saya memang bingung sekali harus menjawab apa. Karena saat mereka bertanya saya jadi berpikir “Emang apa yang mereka harapkan dari kemampuan anak bayi yang baru lahir?” Lalu pikiran saya jadi berkembang jauh. Mungkinkah pertanyaan itumemang perhatian yang begitu tulus atau sekedar ‘studi banding’? Lalu kenapa mereka senang sekali melakukan ‘studi banding’? Atau jangan-jangan akibat terlalu banyak terpaan media yang membahas perkembangan anak sehingga menimbulkan ekspektasi yang tidak semestinya pada orangtua.

Memang benar, bayi itu manusia yang perkembangannya dahsyat sekali. Hitungannya bukan hanya sekedar pertambahan bobot (catat: penambahan dan bukan pengurangan bobot) setiap tahun seperti kita. Perkembangannya tidak per-tahun tapi per-hari. Seperti yang terjadi pada Nayarra hari kamis kemarin. Tiba-tiba dia bisa mengoceh. Dan sejak itu ia mengoceh terus. Bahkan pada pukul 4 pagi!

Namun saya teringat omongan ayah saya suatu hari. “Membesarkan anak itu bukan seperti kamu bekerja di kantor yang punya target-target khusus dengan deadline ketat.” Nikmati proses perkembangannya setiap saat, dan bukan hanya terfokus dengan target.

Seperti sebuah artikel yang pernah saya baca membahas tentang Era superkids. Semakin banyak orangtua dan pendidik untuk melakukan “Early childhood training”. Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak super. Menjadikan anak mereka “be special” daripada “be average or normal”. Di era superkids ini orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya “earlier is better”. Memang sebenarnya tidak ada yang salah memiliki keinginan punya anak yang outstanding. Namun saat anak dipaksakan untuk mengikuti berbagai kepentingan dan ego orangtua, maka lahirlah superkids.

Tekanan yang bertubi-tubi menjadikan anak-anak super ini menjadi miniatur orang dewasa; berperilaku layaknya orang dewasa ataupun berpakaian mirip orang dewasa. Tapi sayangnya emosi dan perasaan anak tidak bisa dikarbit. Emosi dan perasaan anak memiliki waktu dan ritmenya sendiri. Anak membutuhkan waktu untuk tumbuh, untuk belajar dan untuk berkembang. Anak butuh proses dalam kehidupannya.

Tambah miris lagi, sekarang ini ada kecenderungan keluarga muda yang berkarir di luar rumah dan tidak punya waktu banyak untuk anak mereka sehingga mengandalkan tenaga babysitter sebagai pengasuh anak-anaknya. Para orangtua ini akan sangat bangga jika anak mereka superior di segala bidang dengan menyekolahkan di sekolah termahal atau termutakhir. Namun ironisnya para orangtua yang sibuk ini cukup puas mewakilkan diri mereka kepada babysitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak.

Benar kata ayah saya, merawat anak memang bukan seperti merawat karir yang penuh dengan ambisi. Sebagai orangtua saya harus yakin bahwa anak membutuhkan proses dan waktu untuk menemukan keistimewaan yang dimilikinya. Dengan menciptakan kehangatan dalam keluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar.

Mungkin kita sering mendengar tentang hebatnya pendidikan di sekolah anu atau di tempat kursus lain. Tapi saya yakin, tak ada pendidikan yang lebih baik selain kenangan indah di masa kecil.


*Mengutip tulisan Dewi Utama Faizah "Anak-anak Karbitan"

June 27, 2008

50 : 50

Saat saya masih hamil banyak orang terheran-heran kenapa saya gak penasaran dengan jenis kelamin si jabang bayi. Ah kenapa mesti penasaran? Toh perbandingannya cuma 50:50. Kalo gak laki-laki ya perempuan. Lalu kalo pun sudah tau memangnya mau apa? Beli perlengkapan warna biru untuk laki-laki atau warna pink untuk bayi perempuan?

Nah itu yang saya sengaja hindari! Saya dan suami udah berencana gak mau nge-brain wash anak saya sejak dini dan membatasi kebebasannya berekspresi. Wong masih cilik juga. Biar dia berkembang menjadi anak yang berani mengeksplorasi warna. Laki-laki boleh kok menyukai warna ungu atau perempuan sah-sah aja menggilai warna ijo tai kuda. Walaupun emang setelah Nayarra lahir tetep aja mulai dari orangtua sampe kerabat memberikan buah tangan yang kepink-pink-an.

Selain hanya untuk beli perlengkapan, mengetahui jenis kelamin sejak dini menurut saya sekedar untuk memenuhi ego. Karena si ayah pengen anak laki biar punya partner nonton bola, si ibu pengen anak perempuan supaya bisa didandani, atau si nenek pengen cucu laki-laki untuk meneruskan nama keluarga. Belum lahir aja udah dibebani dengan ego orangtua atau nenek kakeknya. Kasian sekali si jabang bayi…

Kadang kita memang suka khilaf, anak yang masih di dalam perut buncit ibunya itu bukan benda untuk memuaskan ego orangtuanya. Dan bukan tidak mungkin ujung-ujungnya si orangtua jadi lupa bersyukur karena harapan tinggal harapan ketika kenyataan tidak sesuai keinginan.

Padahal dipercayai untuk dititipi anak aja sudah bagus ya, kok tambah pakai request huhuhu Manusia oh manusia…

June 21, 2008

Pahlawan dengan Tanda Hati

Setiap tanggal 10 November, sebagai warganegara Indonesia tentu saya ikutan merayakan hari pahlawan. Meskipun saya sendiri baru tau peristiwa yang melatarbelakanginya setelah bertanya ke teman kantor saat menulis artikel ini. Lalu apa arti pahlawan untuk saya kalo saya sendiri tidak paham mengapa tanggal 10 november dijadikan hari pahlawan? Yang selama ini tertanam di benak saya, pahlawan itu mereka yang membela kebenaran. Rela berkorban. Berjuang melawan penjajah. Punya nasionalisme dan idealisme yang tinggi. Serta tanpa tanda jasa.

Itu dulu. Sekarang saya punya pemahaman baru soal pahlawan.

Pahlawan adalah suami yang sepenuh hati selalu mendampingi dan mendukung istrinya berjuang melahirkan seorang anak manusia. Memang bukan ia yang sedang berjuang. Tapi berkat dukungannya, seorang wanita seperti saya akhirnya mampu melaksanakan jihadnya sampai titik akhir. Bahkan menurut saya pahlawan jenis ini tak ada tandingannya. Bayangkan saja; ia tidak saja menjadi suami yang setia tapi juga supporter handal yang terus memberi semangat, instruktur senam hamil yang mahir, suster yang selalu siap memberikan makan minum dan memapah pasiennya ke toilet, tukang pijat khusus ibu hamil, kekasih yang selalu memberi pelukan dan kecupan hangat, wartawan jurnalistik yang sigap mengabadikan tiap momen bersejarah, babysitter cekatan karena si ibu belum mampu turun dari tempat tidur, bahkan beberapa ada yang dijadikan sand sack (untungnya suami saya tidak hehe). Luar biasa!

Rasanya sangat sangat wajar jika wanita seperti saya saat melahirkan tidak saja jatuh cinta pada pandangan pertama dengan si bayi mungil, namun juga jatuh cinta untuk kedua kalinya untuk mantan kekasih saya, suami tercinta.

Sudah sepatutnya saya berikan standing applaus paling meriah untuk pahlawan saya yang paling dekat di hati. Tanpanya, saya rasanya tak akan mampu melewatinya atau mungkin saja sudah menyerah di tengah jalan dan memilih dibawa ke meja operasi.

Plok..plok..Plok…Plokkkk……Suittt suittttt…………



*Selamat ulang taun sayang. beruntungnya aku jadi istri kamu.

February 22, 2008

Bekal untuk terkasih

Hidup tak sepatutnya ditakuti
Begitu pun dengan kematian Nak
Sebab hidupmu di dunia,
semata-mata untuk hidup yang kekal nanti
Hidup setelah mati

Duniamu yang kini pasti membuatmu jatuh cinta
Hangatnya senja...
Beningnya embun pagi...
Cerahnya senyum orang terkasih...
Nikmatnya saat berbuka puasa...
Damainya pelukan ayah ibumu...
Merdunya tawa canda anak-anak...
Heningnya malam lailatul qadar...

Namun keabadian bukan milik mereka
Duniamu tempat berpijak hanya lah sesaat
Berlalu secepat detakan jantung
Melesat tanpa kamu sadari

Maka siapkan selalu bekalmu Nak
Untuk rumahmu yang sesungguhnya
Rumah dimana rasa rindumu terpenuhi
Rindu akan kehangatan ketenangan kebahagiaan nan sejati

Jangan takut kehilangan orang terkasih
Jangan meratapi kehilangan itu
Jangan cemas saat waktunya pulang
Sungguh jika Allah meridhoi, kita pasti berkumpul

Dan ketika saat itu tiba
Ia akan menyambut hangat dalam pelukan-Nya
Dan akhirnya kita benar-benar sudah berada di rumah Nak



19 Juli 2007, 11.40 WIB, di kantor.
Inspired from “Adagio in c minnor” by Yanni

Waktu yang sempurna

9 bulan yang luar biasa
Membawamu ke mana pun kaki melangkah. Lelah? Hanya di saat-saat tertentu sayang. Ketika kaki tak mampu lagi menopang dan napas mulai tersengal-sengal, Mama pun menyerah dan akan duduk dengan kelelahan. Namun saat ingat sebuah amanah besar dan karunia yang tiada terkira sedang menemani kemana pun Mama pergi, langkah kaki menjadi seringan langkah hati. Ah kamu anakku sedang meringkuk hangat dan nyaman dalam tubuhku…

9 bulan bukan waktu yang singkat
9 bulan bukan waktu yang lama
9 bulan adalah waktu yang sempurna!

Sampai-sampai kamu sudah merasa begitu nyaman dalam ruang sempit rahim. Begitu tenang mendengar alunan detak jantung Mama yang berdetak tak menentu. Bahkan kamu sudah begitu asyik hanya bermain dengan jari-jari mungilmu. Tapi sayangku bukan kamu saja yang sudah jatuh cinta karena telah terbiasa. Mama pun sudah kandung jatuh cinta akan keberadaanmu dalam perut buncit Mama.

Namun 9 bulan segera berlalu sayang…
Dan sebuah dunia baru telah menantimu. Cepat atau lambat kamu tak akan lagi berada dalam peraduan nan hangat dalam rahim Mama. Beragam hal asing mungkin akan kerap membuatmu gelisah dan tak nyaman; cahaya matahari yang menyengat, sinar lampu yang mengganggu, bau-bau yang entah darimana asalnya, suara-suara aneh yang kerap muncul, bahkan suaramu sendiri sayang. Mama paham jika suatu saat nanti kamu akan protes dan merindukan rumah lamamu, rahim sempit Mama.

Namun 9 bulan sudah berlalu sayang…
Mama dan Ayah telah menantimu. Cepat atau lambat kasih sayang kami yang akan memelukmu hangat. Walau mungkin tak akan mampu mendekati hangatnya rahim yang telah Allah ciptakan khusus untukmu. Namun kasih sayang Mama dan Ayah akan menenangkanmu melewati saat-saat yang membuatmu tak nyaman. Menjagamu dari ketakutan akan dunia barumu yang begitu samar. Menemanimu mengenal seluk beluk rumah barumu.

Namun 9 bulan telah berlalu sayang…
Saatnya kian mendekat
Jangan pernah takut sayang…
Hidup yang telah Ia titipkan padamu, sepatutnya disyukuri
Dan bukan ditakuti



20 Februari 2008